ETIKA
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa
Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu
subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu
ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut
Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can
act as the performance index or reference for our control system“. Etika
adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“, karena
segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok social (profesi) itu sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in
mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan
diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi
lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan
keahlian (Wignjosoebroto, 1999).Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari
masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran
kuat untukmengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundangundangan, norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-harisedangkan norma moral berasal dari etika. Etika (ethics) berarti moral sedangkan etiket (etiquette)berarti sopan santun.
Etika dapat ditiinjau dari beberapa pandangan. Dalams ejarah lazimnya pandangan ini dilihat dari segi filosofis yang melahirkan etika filosofis, ditinjau dari segi teologis yang melahirkan etika teologis, dan ditinjau dari pandangan sosiologis yang melahirkan etika sosiologis.
a) Etika filosofis
Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut
filsafat. Kata filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa
Yunani yakni: “philos” yang
berarti cinta, dan “sophia” yang
berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang
menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan filsafat. Dalam
filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, maslah
nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan
kemanusiaan secraa mendalam dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk
menganalisa.
b) Etika teologis
Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang
baik dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua
perbuatan moral sebagai:
- Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan ataub sesuai dengan kehendak Tuhan.
- Perbuatan-perbuatan sbegai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan
- Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.
Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin moral
itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dalam
kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab
suci.
c) Etika sosiologis
Etika sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika
ini menitikberatkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup
bermasyarakat. Etika sosiologis memandang etika sebagai alat mencapai keamanan,
keselamatan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih
menyibukkan diri dengan pembicaraan tentang bagaimana seharusnya seseorang
menjalankan hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat.
d) Etika Diskriptif dan Etika Normatif
Dalam kaitan dengan nilai dan norma yang digumuli dalam
etika ditemukan dua macam etika, yaitu : 1. Etika Diskriptif
Etika ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan
sebagaimana adanya tentang nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakjta
yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit. Dengan demikian etika ini
berbicara tentang realitas penghayatan nilau, namun tidak menilai. Etika ini
hanya memaparkan, karenaanya dikatakan bersifat diskriptif.
2. Etika Normatif
Etika ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku
yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak. Jadi etika
ini berbicara tentang norma-norma yang menuntun perilaku manusia serta memberi
penilaian dan hiambauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya
Dengan. Demikian etika normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana
manusia harus hidup secara baik dan menghindari diri dari yang jelek.
Dalam
pergaulan sehari-hari kita menemukan berbagai etika normative yang menjadi
pedoman bagi manusia untuk bertindak. Norma-norma tersebut sekaligus menjadi
dasar penilaian bagi manusia baik atau buruk, salah atau benar. Secara umum
norma-norma tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a) Norma khusus
Norma khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku dan
tindakan manusia dalam kelompok/bidang
tertentu. Seperti etika medis, etika kedokteran, etika lingkungan, eyika wahyu,
aturan main catur, aturan main bola, dll. Di mana aturan tersebut hanya berlaku
untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang. Misal: aturan main
catur hanya bisa dipakai untuk permainan catur dan tidak bisa dipakai untuk
mengatur permainan bola.
b) Norma Umum
Norma umum justru sebaliknya karena norma umum bersifat
universal, yang artinya berlaku luas tanpa membedakan kondisi atau situasi,
kelompok orang tertentu. Secara umum norma umum dibagi menjadi tiga (3) bagian,
yaitu :
- Norma sopan santun; norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan sikap lahiriah seperti tata cara berpakaian, cara bertamu, cara duduk, dll. Norma ini lebih berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari, amak penilaiannnya kurang mendalam karena hanya dilihat sekedar yang lahiriah.
- Norma hukum; norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan ketegasan tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya berbagai macam peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan bersama. Keberlakuan norma hukum dibandingkan dengan norma sopan santun lebih tegasdan lebih pasti karena disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap orang yang melanggar norma ini. Norma hukum ini juga kurang berbobot karena hanya memberikan penilaian secara lahiriah saja, sehingga tidak mutlak menentukan moralitas seseorang.
- Norma moral;norma ini mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma moral menjadi tolok ukur untuk menilai tindakan seseorang itu baik atau buruk, oleh karena ini bobot norma moral lebih tinggi dari norma sebelumnya. Norma ini tidak menilai manusia dari satus segi saja, melainkan dari segi manusia sebagai manusia. Dengan kata lain norma moral melihat manusia secara menyeluruh, dari seluruh kepribadiannya. Di sini terlihat secara jelas, penilannya lebih mendasar karena menekankan sikap manusia dalam menghadapi tugasnya, menghargai kehidupan manusia, dan menampilkan dirinya sebgai manusia dalam profesi yang diembannya. Norma moral ini memiliki kekhusunan yaitu :
1. Norma moral merupakan norma yang
paling dasariah, karena langsung mengenai inti pribadi kita sebagai manusia.
2. Norma moral menegaskan kewajiban
dasariah manusia dalam bentuk perintah atau larangan.
3. Norma moral merupakan norma yang berlaku umum
4. Norma moral mengarahkan perilaku
manusia pada kesuburan dan kepenuhan hidupnya sebagai manusia.
d) Etika Deontologis
Istilah deontologis berasal dari kata Yunani yang berati
kewajiban, etika ini menetapkan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik.
Argumentasi dasar yang dipakai adalah bahwa suatu tindakan itu baik bukan
dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan,
melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri baik pada dirinya sendiri.
Dari
argumen di atas jelas bahwa etika ini menekankan motivasi, kemauan baik, dan
watak yang kuat dari pelaku, lepas dari akibat yang ditimbulkan dari pelaku.
Menanggapi hal ini Immanuel kant menegaskan dua hal:
- · Tidak ada hal di dinia yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan baik. Kepintaran, kearifan dan bakat lainnya bisa merugikn kalau tanpa didasari oleh kemauan baik. Oleh karena itu Kant mengakui bahwa kemauan ini merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan.
- · Dengan menekankan kemauan yang baik tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban, melainkan tindakan yang dijalankannya demi kewajiban. Sejalan dengan itu semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai tindakan yang baik bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu berguna, harus ditolak.
Namun,
selain ada dua hal yang menegaskan etika tersebut, namun kita juga tidak bisa
menutup mata pada dua keberatan yang ada yaitu:
- Bagaimana bila seseorang dihadapkan pada dua perintah atau kewajiban moral dalam situasi yang sama, akan tetapi keduanya tidak bisa dilaksankan sekaligus, bahkan keduanya saling meniadakan.
- Sesungguhnya etika seontologist tidak bisa mengelakkan pentingnya akibat dari suatu tindakan untuk menentukan apakah tindakan itu baik atau buruk.
c) Etika Teleologis
Teleologis
berasal dari bahasa Yunani, yakni “telos” yang berati tujuan. Etika teleologis
menjadikan tujuan menjadi ukuran untuk baik buruknya suatu tindakan. Dengan
kata lain, suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan untuk mencapai sesuatu
yang baik atau kalau akibat yang ditimbulkan baik.
Guna Etika: 1. Etika membuat kita memiliki pendirian dalam pergolakan berbagai pandangan moral yang kita hadapi.
2. Etika membantu agar kita tidak kehilangan orientasi dalam transformasi budaya, sosial, ekonomi, politik dan intelektual dewasa ini melanda dunia kita.
3. Etika juga membantu kita sanggup menghadapi idiologi-idiologi yang merebak di dalam masyarakt secara kritis dan obeyktif.
4. Etika membantu agamwan untuk menemukan dasar dan kemapanan iman kepercayaan sehingga tidak tertutup dengan perubahan jaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar