Salah satu kodrat manusia adalah untuk
mencari tahu apa yang belum diketahui. Anak kecil adalah penanya sejati, dia tanyakan
semua apa yang di sekitarnya, dia menganggap segala sesuatu itu luar biasa, dia
selalu ingin tahu, makanya banyak orang beranggapan bahwa anak kecil adala
filosof sejati. Namun pada umumya setelah dewasa, orang menganggap hal-hal yang
ada disekitarnya biasa- biasa saja. Jadi tidak perlu dipertanyakan. Memahami
orang dan kodrat manusia hanyalah soal mangenali dan mengakui seseorang
sebagaimana mareka adanya, bukan apa yang orang pikirkan tentang mereka, dan
bukan orang menginginkan mereka menjadi apa. Tindakan manusia diatur oleh
pikirannya sendiri, sifat ini sangat kuat dalam diri manusia sehingga pikiran
yang menonjol dalam kasih sayang adalah kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh
si pemberi dengan memberi, bukan dengan menerima. kodrat manusia sejak awal
memang demikian dan akan tetap demikian sampai akhir zaman karena manusia
ditempatkan di bumi dengan kodrat itu. manusia sebagai animal rational dibekali
hasrat ingin tahu. Manusia selalu ingin tahu dalam hal apa sesungguhnya yang
ada (know what), bagaimana sesuatu terjadi (know how), dan mengapa demikian
(know why) terhadap segala hal. Orang tidak puas apabila yang ingin diketahui
tidak terjawab.
Keingintahuan manusia tidak terbatas pada
keadaan diri manusia sendiri atau keadaan sekelilingnya, tetapi terhadap semua
hal yang ada di alam fana ini bahkan terhadap hal-hal yang ghaib. Manusia
berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan itu; dari dorongan ingin tahu
manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya.
Ilmu Pengetahuan berawal pada kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya,
baik alam besar (macro cosmos), maupun alam kecil (micro-cosmos). Di dalam sejarah perkembangan pikir manusia
ternyata yang dikejar itu esensinya adalah pengetahuan yang benar, atau secara
singkat disebut kebenaran.
Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau
dia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya. . Rasa
keingintahuan manusia dimulai dari rasa ingin mengenal dirinya sendiri yang
kemudian berkembang kepada rasa keingintahuan manusia pada alam sekitarnya.
Rasa ingin tahu hanya akan mendorong
seseorang untuk mengkaji fenomena alam semesta disaat hati nuraninya menyakini
bahwa alam semesta ini telah diciptakan berdasarkan hukum kausalitas dan aturan
yang selaras, keyakinan seperti ini tidak akan muncul kecuali dari keimanan
terhadap Tuhan, dan ia tidak akan dimiliki oleh seorang materialis sejati. Oleh
karenanya seorang materialis yang menghabisi usianya di dalam lab-lab dan
pusat-pusat kajian guna mengkaji dan meneliti rahasia dan fenomena alam
semesta, pada dasarnya hati nuraninya menyakini akan keberadaan Tuhan, walaupun
secara zahir ia menampakkan dirinya sebagai seorang materialis.
Rasa keingintahuan tersebut terpuaskan
dengan kemampuan bahasa manusia untuk berkomunikasi dan bertukar pengalaman
tentang segala hal yang ada di alam serta kegunaannya bagi manusia. Meskipun
demikian manusia masih mempunyai keterbatasan misalnya keterbatasan manusia
dalam melihat, mendengar, berpikir dan merasakan tentang apa yang terjadi
disekitarnya secara benar dan utuh.
Manusia adalah mahluk transenden yang tak
pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Bahkan leluhur manusia,
Adam yang telah diberi pengetahuan langsung oleh Allah dan berpengetahuan lebih
ketimbang mahluk lain masih saja ingin tahu rahasia buah kuldi. Rasa ingin tahu manusia tak pernah
terpuaskan, ia terus bertanya dan bertanya.
Dalam manusia curiosity (rasa ingin tahu)
pikiran manusia berkembang dari waktu kewaktu rasa ingin tahunya atau
pengetahuannya selalu bertambah sehingga terjadi timbunan pengetahuan . Maka
terjadilah perkembangan akal manusia sehingga justru daya pikirnya lebih
berperan dari pada fisiknya. Dengan akal tersebut manusia memenuhi tujuan
hidupnya disamping untuk melestarikan hidup untuk memenuhi kepuasan hidup serta
juga untuk mencapai cita-cita.
Manusia ingin mengetahui segala sesuatu.
Segala sesuatu yang terjadi (situasi, kondisi, keadaan, sifat, karakter,
ciri-ciri, peristiwa, kejadian) maupun apa saja yang ada (benda, hewan,
tumbuhan, dll.) baik yang ada/terjadi di lingkungannya (environment) maupun
yang ada/terjadi di dalam dirinya sendiri (peredaran darah, degup jantung, rasa
senang, sedih, dll.)
Semua hal yang ingin diketahui manusia disebut
realitas.
Hasilnya adalah Pengetahuan (Knowledge),
dan setelah melalui 3 tahap tadi akan berubah menjadi
ilmu (Science).
Realitas tunggal (single reality) disebut Fakta (fact) yang kebenarannya tidak perlu diperdebatkan lagi,
misalnya "Tahun 1963 John F. Kennedy ditembak mati."
Realitas yang satu dirangkaikan dengan realitas
lain menghasilkan Phenomenon (Fenomena- fenomena)
Beberapa sifat realitas:
1.
bersifat statik sekaligus dinamik
Realitas bersifat statik
sekaligus dinamik berarti dalam setiap realitas diasumsikan terdapat hal-hal yang tetap (regular) dan hal-hal yang
berubah-ubah. Ketegangan dalam memahami apa yang berubah dan apa
yang tetap itu menjadikan manusia selalu ingin tahu tentang realitas
2.
bersifat
denotatif dan konotatif
Relitas bersifat denotatif,
artinya realitas "harfiah" menyangkut simbol-simbol terhadap
benda-benda konkrit atau peristiwa konkrit, sedangkan makna konotatif
menyangkut simbolisasi terhadap peristiwa yang imagined (terbayang) atau
"abstrak."
3.
bersifat realitas yang disepakati (agreement reality) dan realitas yang
dialami (experiential reality).
Realitas bersifat disepakati,
misalnya seorang anak diberitahu oleh orang tuanya bahwa cacing adalah binatang
menjijikkan, maka persepsi sang anak terhadap hewan itu adalah hewan
menjijikkan, sehingga dihindarinya, namun kalau sang anak mengalami sendiri
makan masakan yang bahan utamanya daging cacing yang ternyata bergizi, lezat,
dan bahkan menjadi makanan favoritnya, maka pengalamannya (experience)
itu bertentangan dengan kesepakatannya semula dengan orang tuanya (agreement).
Perkembangan rasa keingintahuan
- Mitos dan mitologi, mitos adalah cerita
rakyat yang dibuat-buat atau dongeng yang ada kaitanya dengan kejadian, gejala
yang terdapat di alam, manusia pada alam
sekitarnya.
Mitos sebenarnya adalah manusia dengan
imajinasinya berusaha secara sungguh-sungguh menrangkan gejala alam yang ada,
namun usahanya belum dapat tepat karena kurang memiliki pengetahuan sehingga
untuk bagian tersebut orang mengaitkannya dengan seorang tokoh, dewa, atau
dewi.
Tujuan manusia menciptakan MITOS,
karena pada saat itu penduduk masih dalam tingkat
mistis peradabannya. Mereka percaya akan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang
melebihi kekuatan manusia biasa. Dalam zaman demikianlah, mitos dipercayai
kebenarannya karena beberapa faktor.
PERTAMA, karena keterbatasan pengetahuan manusia
KEDUA, karena keterbatasan penalaran manusia
KETIGA, karena keingintahuan manusia untuk
sementara telah terpenuhi. Telah dikemukakan bahwa kebenaran memang harus dapat
diterima oleh akal, tetapi sebagian lagi dapat diterima secara intuisi, yaitu
penerimaan atas dasar kata hati tentang sesuatu itu benar. Kata hati yang
irasional dalam kehidupan masyarakat awam sudah dapat diterima sebagai suatu
kebenaran (pseudo science), kebenaran dan hasaratnya ingin tahu sudah
terpenuhi,paling tidak untuk sementara waktu.
- Manusia berpikir rasional:
Rasional adalah menerima sesuatu atas
dasar kebenaran pikiran atau rasio. Pham tersebut bersumber pada akal
manusia yang diolah dalam otak. Dengan berpikir rasional, manusia dapat
meletakkan hubungan dari apa yang telah diketahui dan yang sedang dihadapi.
Kemampuan manusia mempergunakan daya akalnya disebut inteligensi, sehingga
dapat disebutkan adanya manusia yang mempunyai intelegensinya rendah,, normal
dan tinggi. Dalam perkembangan sejarah manusia, terdapat kesan bahwa pada
mulanya perasaan manusialah yang lebih berperan dalam kehidupannya, sehingga
timbul kepercaayaan atau agama dan rasa sosial. Dengan makin banyaknya
persoalan yang harus dihadapi, manusia makin banyak mempergunakan akalnya dan
kurang mementingkan perasaan.
Logika dan pengetahuan
Logika
adalah pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir dengan lurus, tepat dan sehat. Dalam mempergunakan logika manusia
mengenal logika kodratih dan logka ilmiah. Logika kodratiah merupakan cara
berpikir secara spontan dalam menanggapi atau memecahkan suatu persoalan.
Logika ilmiah dapat memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi, sehingga
hasil pemikirannya dapat benar-benar lurus, tepat, dan sehat sehingga terhindar
dari kesesatan.
Beruntunglah manusia yang telah dianugerahi akal (rasio) yang memiliki
kemampuan luar biasa, sehingga manusia dapat memiliki kemampuan belajar untuk
memperoleh pengetahuannya. Dari hal-hal yang semula tidak diketahuinya,
kemudian menjadi tahu dan bahkan dari pengetahuan yang telah diketahuinya itu
kemudian dikembangkan sedemikian rupa,
dari mulai pengetahuan atau ilmu yang berguna bagi sesamanya sampai yang
dapat menghancurkan atau membinasakan sesamanya (bom hydrogen). Jika hasil-hasil penemuan yang ada saat ini,
bila diceritakan pada zaman dulu, niscaya akan dianggap sebagai omong kosong
atau juga bisa dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal (irrasional).
Kemampuan belajar manusia bisa jadi
mulanya diawali dari rasa keingin tahuannya saja. Menurut teori Curiosity Berlyne,
seperti yang dikemukakan oleh Susan Edelman (1997) dari California State
University,
Northridge; “Curiosity is defined as a
need, thirst or desire for knowledge. The concept of curiosity is control to
motivation. The terms can be used as both a description of specific behavior as
well as a hypothetical construct to explain the same behavior. Berlyne (1960)
believes that curiosity is a motivational prerequisite for exploratory
behavior”.
Menurut
Berlyne, ketidak pastian muncul ketika kita mengalami sesuatu yang baru,
mengejutkan, tidak layak, atau kompleks.
Hal ini akan menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistim saraf
kita. Respon manusia ketika menghadapi
suatu ketidak pastian inilah yang disebut dengan curiosity atau rasa ingin
tahu. Curiosity akan mengarahkan manusia kepada perilaku yang berusaha mengurangi
ketidak pastian. Rasa ingin tahu yang
tinggi dapat juga dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa manusia
memiliki kebutuhan yang salah satunya adalah kebutuhan untuk memahami.
Rasa ingin tahu (curiosity) akan sesuatu
hal, apakah itu rasa heran, takjub, bahkan keinginan menyingkap Kebenaran akan
sesuatu yang menarik hatinya, sebenarnya dimiliki oleh setiap orang, namun
hasrat besar atau kecilnya rasa keingintahuan pada setiap orang itu bisa jadi
berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya, akan tetapi rasa keingintahuan
itu tetap ada dan merupakan sifat alami yang positif yang dimiliki oleh setiap
orang. Ambil contoh, seorang anak yang
akal-nya mulai berkembang sering menanyakan hal-hal yang masih belum
dipahaminya, dan apapun yang ada disekelilingnya maupun dihadapannya yang belum
diketahuinya, misalnya seorang anak kecil tidak tahu bahaya daripada air yang
baru dimasak oleh ibunya, sebelum ia berhasil menjangkau benda panas tersebut.
Rasa keingintahuannya mendorong untuk menjangkau benda panas tersebut, dan
setelah ia merasakan panasnya benda itu, barulah ia menyadari bahaya dari air yang baru
dimasak itu
Namun
sayangnya, perkembangan curiosity ini sering terjebak oleh lingkungan kehidupan
yang serba rutin dan mekanis dalam keseharian, apalagi dimasa-masa sulit
seperti sekarang ini yang untuk mendapatkan kebutuhan pokok saja kita harus
berpacu agar tidak kehabisan diambil orang lain. Misalnya, pagi bangun, mandi, sarapan pagi,
berangkat kerja atau sekolah, nonton TV, tidur, bangun, terus berulang seperti
itu, yang tidak ada bedanya dengan robot atau program komputer, termasuk makan
yang harus tiga kali sehari, baik ia dalam kondisi lapar atau tidak tidak
lapar, dan kalau ada yang menanyakan mengapa harus makan? (padahal habis
nyemil). jawabannya kurang lebih ” Ya … karena sudah jam makan” (walaupun tidak
lapar).
Karena
pengkondisian seperti inilah, maka rasa ingin tahu (curiosity) itupun mulai tersingkirkan
dengan diawali rasa tidak mau tahu yang disebabkan oleh adanya hal-hal lain
yang menurutnya lebih penting untuk dipikirkan dan didahulukan untuk
dikerjakan. Ironisnya, hal lain yang
lebih penting itu adalah program rutinitas dan mekanisasi hidup, dan segala
sesuatu yang berlangsung disekelilingnya dipandang memang harus berjalan
seperti itu, tanpa berusaha mencari kejelasan apa sebenarnya yang berkeliaran
dan terjadi disekelilingnya itu.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar