REVOLUSI
SCIENCE
Thomas Samuel Kuhn
lahir di Cicinnati, Ohio pada tanggal 18 juli 1922. Kuhn lahir dari pasangan
Samuel L, Kuhn seorang Insinyur industri dan Minette Stroock Kuhn. Pada tahun
1946 Kuhn belajar sebagai fisikawan namun baru menjadi pengajar setelah
mendapatkan gelar Ph.D dari Harvard pada tahun 1949. Tiga tahunnya dalam
kebebasan akademik sebagai Harvard Junior Fellow sangat penting dalam perubahan
perhatiannya dari ilmu fisika kepada sejarah (dan filsafat) ilmu. Dia kemudian
diterima di Harvard sebagai asisten profesor pada pengajaran umum dan sejarah
ilmu atas usulan presiden Universitas James Conant.
Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas
Berkeley di California sebagai pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia
menjadi profesor sejarah ilmu pada 1961. Di berkeley ini dia menuliskan dan
menerbitkan bukunya yang terkenal The Structure Of Scientific Revolution
pada tahun 1962. Pada tahun 1964 dia menjadi profesor filsafat dan sejarah seni
di Princeton pada tahun 1964-1979. Kemudian di MIT sebagai professor
filsafat. Tetap di sini hingga 1991. Jadi Thomas Kuhn tumbuh ketika ilmu telah
terindustrialisasikan dan telah ditransformasikan menjadi karir dari pada
pengabdian. Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum
fisikawan itu meninggal dunia. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak.
Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia
memegang posisi sebagai Lowel lecturer pada tahun 1951, Guggeheim
fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan lain. Pada tahun
1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial tubes. Dia
meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts.
Revolusi adalah proses
menjebol tatanan lama sampai ke akar-akarnya, kemudian menggantinya dengan
tatanan yang baru sama sekali. Begitu pula dengan revolusi sains, revolusi
sains muncul jika paradigma yang lama mengalami krisis sehingga akhirnya orang
mencampakkannya dan merangkul paradigma yang baru.
A.
Paradigma Revolusi Sains
Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset
ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh
paradigma yang menjadi referensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa
kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu
atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan
membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah
revolusi sains.
Konsep sentral Kuhn adalah apa yang dinamakan dengan
paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam
berbagai keterangannya sering berubah konteks dan arti. Pemilihan kata ini erat
kaitannya dengan sains normal, yang oleh Kuhn dimaksudkan untuk mengemukakan
bahwa beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (yaitu contoh-contoh
yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi)
menyajikan model-model yang melahirkan tradisi-tradisi padu tertentu dari riset
ilmiah. Atau ia dimaksudkan sebagai kerangka referensi yang mendasari sejumlah
teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam periode tertentu.
Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains
normal, di mana ilmuwan berkesempatan mengembangkan secara rinci dan mendalam,
karena tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Dalam tahap ini ilmuwan tidak
bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya, dan
selama menjalankan riset ini ilmuwan bisa menjumpai berbagai fenomena yang
disebut anomali. Jika anomali ini kian menumpuk, maka bisa timbul krisis. Dalam
krisis inilah paradigma mulai dipertanyakan. Dengan demikian sang ilmuwan sudah
keluar dari sains normal. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi
pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan
sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset
berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.
Dari sini nampak bahwa paradigma pada saat pertama kali
muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan maupun
ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari pada
saingannya dalam memecahkan masalah yang mulai diakui oleh kelompok praktisi
bahwa masalah-masalah itu rawan.
Keberhasilan sebuah paradigma semisal analisis Aristoteles
mengenai gerak, atau perhitungan Ptolemaeus tentang kedudukan planet, atau yang
lainnya. Pada mulanya sebagian besar adalah janji akan keberhasilan yang dapat
ditemukan contoh-contoh pilihan dan yang belum lengkap. Dan ini sifatnya masih
terbatas serta ketepatannya masih dipertanyakan. Dalam perkembangan
selanjutnya, secara dramatis, ketidak berhasilan teori Ptolemaeus betul-betul
terungkap ketika muncul paradigma baru dari Copernicus.
Transformasi-transformasi paradigma semacam ini adalah revolusi
sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang
lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang
telah matang.
B. Anomali
dan Munculnya Penemuan Baru
Data anomali berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan
baru yang diawali dengan kegiatan ilmiah. Dalam hal ini Kuhn menguraikan dua
macam kegiatan ilmiah, puzzle solving dan penemuan paradigma
baru.
Dalam puzzle solving, para ilmuwan membuat
percobaan dan mengadakan observasi yang bertujuan untuk memecahkan teka-teki,
bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik, maka suatu paradigma
baru harus diciptakan. Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan
kepada penemuan paradigma baru, dan jika penemuan baru ini berhasil, maka akan
terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.
Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa yang tersaing,
melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara
teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan pengakuan
bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh
paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut dengan
eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya
berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang
menyimpang itu menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Jadi yang jelas, dalam
penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
Selanjutnya
perlu dijelaskan juga, bahwa Kuhn membedakan antara discovery dan invention.
Yang dimaksud discovery adalah penemuan baru, sedang invention adalah
penciptaan baru yang mana keduanya saling berhubungan erat dalam penemuan ilmiah.
C.
Revolusi Sains: Permasalahan dan Keutamaannya
Adanya revolusi sains bukan merupakan hal yang berjalan
dengan mulus tanpa hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu
ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru. Dan ini menimbulkan masalah
sendiri yang memerlukan pemilihan dan legitimasi paradigma yang lebih
definitif.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi
dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan
bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti
dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga teknik-teknik argumentasi persuasif
yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat khusus yang membentuk
masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai akibat
dari revolusi sains, hanyalah sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh
retorika di kalangan akademisi dan atau masyarakat sains itu sendiri. Semakin
paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi
sains kian dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan
berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk
melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat
profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain di mana obyek-obyek yang
sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur
dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.
D. Paradigma
dan Revolusi dalam Wacana Pendidikan
Istilah paradigma identik dengan “skema” dalam teori belajar.
Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang dengannya seseorang secara
intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema ini akan beradaptasi
dan berubah seiring perkembangan mental anak. Perubahan skema ini bisa
mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif
yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru
ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru yang
tidak sesuai dengan skema yang ada (data anomali), ada kalanya seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang ia miliki.
Pengalaman yang baru ini bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan paradigma
yang ada. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan mengadakan akomodasi,
yaitu membentuk skema baru yang dapat sesuai dengan rangsangan yang baru, atau
memodifikasi skema yang ada sehingga sesuai dengan data anomali itu. Inilah
yang disebut revolusi skema.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar