Jumat, 14 November 2014

REVISI

PROGRESIVISME PENDIDIKAN BERKAITAN DENGAN KURIKULUM 2013


A. Ontologi

Pendidikan dalam aliran progresivisme ini muncul adalah sebagai oposisi atas pendidikan model tradisional di Amerika Serikat, sekitar tahun 1800-an. Kebangkitan ini dipicu oleh adanya anggapan dari masyarakat terutama para pendidik bahwa sekolah gagal untuk menjaga langkah dari zaman dengan perubahan hidup yang terjadi dalam masyarakat Amerika itu sendiri. “It grew from the belief that school had failed to keep pace with rapid changes in American life”. (Whitney, 1964: 716).
Perkembangan zaman yang ditopang oleh kemajuan ilmu dan teknologi dalam tatanan masyarakat membutuhkan kemajuan dalam pendidikan itu pula. Untuk menjawab persoalan inilah yang menjadi dasar pemikiran dari pendidikan model filsafat progresevisme ini. Adapun para tokoh pada tahun 1800-an yang memunculkan aliran filsafat pendidikan ini adalah Horace Mann, Francis Parker dan G Stanley Hal, dan pada tahun 1900-an adalah John Dewey dan William H Kilpatrick.
            William James (1842-1910), James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik , barns mempunyai fungsi biologic dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya diatas dasar ilmu perilaku.
            John Dewey (1859-1952), teori Dewey tentang sekolah adalah “progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri. Maka muncul “Child Centered Curiculum” dan Child “Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini, dibandingkan mempersiapkan masa depan yang belum jelas.
  
 
B. Epistimologi

            Sebagaimana sekolah tradisional biasanya menekankan pelajaran terhadap subjek tertentu, membaca, menulis, sejarah dan lain-lain. Guru mengajar atau mendiktekan pelajaran tersebut kemudian pelajar menuliskannya pada buku catatan masing-masing. Murid kemudian mempelajari inti pokok dari apa yang ada di buku catatan tersebut. Guru menjalankan tugasnya sepanjang pelajatran berlangsung dan murid duduk pada jajara meja tulis dan mereka tidak boleh berbicara keculi dengan ijin dari dari guru (Whitney, 1964:716).
            Dengan demikian dapat digambarkan bahwa pendidikan tradisional itu sangat menekankan otoritas penuh dari guru pengajar, menekankan metode instruksi pada buku teks, pengajaran yang pasif melalui ingatan atas data yang dipelajari, pendidikan terisolasi dari realitas sosial dan hukuman badan untuk menegakkan disiplin (Ornstein dan Lavine, 1985: 203). Dengan kata lain, bahwa sistem pendidikan yang di tekankan adalah disiplin yang kuat dan tegas serta pemberian hukuman diupayakan untuk membangun tata tertib proses belajar mengajar.
            Para pendidik progresivisme melakukan hal sebaliknya dari sekolah tradisional. Para pendidik progresivisme berpikiran bahwa para guru haruslah dibayar lebih banyak agar mereka lebih banyak juga memberikan perhatian kepada murid-murid secara individu dan menghilangkan pandngan atau pendapat bahwa semua murid itu memiliki kemampuan yang sama. Pendidikan progresivise adalah sebuah teori dengan sistem pendidikan yang mementingkan kemerdekaan dan kebebasan anak dari tekanan pengajaran dengan sistem hafalan, pendiktean bahan pelajaran dan otorisasi terhadap buku teks.
            Para pendidik progresivisme meyakini bahwa para murid belajar lebih baik apabila mereka dengan sungguh-sungguh sangat perhatian atas apa yang dipelajari , yaitu materi yang materi pelajaran yang mereka sukai, dan sebaliknya akan terjadi bahwa mereka tidak akan belajar dengan baik jika mereka ditekan untuk menghafal dan dan mengingat berbagai macam fakta-fakta yang dianggap percuma.
            “Child centered progressives saw the school as a place where children would be free to experiment, to play and to express themselves” (Ornstein dan Lavine, 1985” 204). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam sistem pendidikan progresivisme ini sekolah seharusnya tidak hanya memiliki satu ruang kelas, melainkan juga harus memiliki ruang kerja, laboratorium ilmu, studio, ruang seni, gedung olahraga dan lainnya. Para pengajar progresivisme yakin bahwa dengan prosedural pengadaan fasilitas ini akan secara otomatis membangun fisik, sosil, emosi alamiah mereka sebagaimana adanya (Whitney 1964: 717). Para anak didik juga memiliki wadah untuk mngekspresikan apa yang ada didalam pikiran mereka.
            Pendidikan model progresivisme ini sangat menekankan bahwa siswa harus diajar menjadi seorang yang berdiri sendiri (Independen), menjadi seorang pemikir yang percaya diri. Dalam hal ini siswa diarahkan untuk belajar  dan mempelajari persoalan-persoalan yang siswa anggap paling menarik, yaitu dengan memilih sendiri persoalan yang hendak dipelajari, kemudian menetapkan definisi bagi dirinya sendiri atas persoalan yang diteliti. Selanjutnya siswa akan mengekspresikan apa yang ia rasakan dan ia yakini. Peran guru disini adalah membantu murid untuk belajar dan mendisiplinkan siswa agar tetap konsekuen atas apa yang telah ia pilih sebagai persoalan yang ia minati.


C. Aksiologi

            Pendidikan di Indonesia sudah mengalami progress yang sangat baik yakni di berlakukannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang mulai digunakan dalam pembelajaran di satuan pendidikan ini lebih baik dari kurikulum yang digunakan sebelumnya karena di Kurikulum 2013 ini menggunakan pembelajaran tematik yakni yang pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat didalam beberapa mata pelajaran dan diberikan dalam satu kali tatap muka. Dalam kurkulum 2013 ini pula mennggunakan pembelajaran kooperatif yakni dalam pembelajaran dikelas dengan cara kerja sama antara sesama murid ataupun antara murid dengan guru.
            Awalnya siswa yang hanya menuruti perintah dari guru, menulis apa yang diperintahkan oleh guru dan mendengarkan penjelasan dari guru, sekarang dalam kurikulum 2013 ini siswa dianjurkan lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar dikelas siswa harus mampu menulis, membaca, mendengarkan, memahami dan mengkomunikasikan apa yang mereka pelajari didalam kelas, Dan peran guru hanya sebagai fasilitator atau sebagai pengarah jika siswa keliru atau kesulitan dalam belajar.
            Kurikulum 2013 terdiri dari tiga aspek yakni aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap) dan aspek psikomotor (keterampilan). Dengan terteranya ketiga aspek diatas diharapkan siswa mampu mempunyai pengetahuan yang baik, sikap yang baik, dan ktermpilan yang sangat bagus, sebelumnya siswa diajurkan hanya mempunyai pengetahuan dan kecerdsan yang baik tanpa membandingkan sikap dan keterampiannya
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar