PROGRESIVISME
PENDIDIKAN BERKAITAN DENGAN KURIKULUM 2013
A. Ontologi
Pendidikan
dalam aliran progresivisme ini muncul adalah sebagai oposisi atas pendidikan
model tradisional di Amerika Serikat, sekitar tahun 1800-an. Kebangkitan ini
dipicu oleh adanya anggapan dari masyarakat terutama para pendidik bahwa
sekolah gagal untuk menjaga langkah dari zaman dengan perubahan hidup yang
terjadi dalam masyarakat Amerika itu sendiri. “It grew from the belief that school had failed to keep pace with rapid
changes in American life”. (Whitney, 1964: 716).
Perkembangan
zaman yang ditopang oleh kemajuan ilmu dan teknologi dalam tatanan masyarakat
membutuhkan kemajuan dalam pendidikan itu pula. Untuk menjawab persoalan inilah
yang menjadi dasar pemikiran dari pendidikan model filsafat progresevisme ini.
Adapun para tokoh pada tahun 1800-an yang memunculkan aliran filsafat
pendidikan ini adalah Horace Mann,
Francis Parker dan G Stanley Hal, dan
pada tahun 1900-an adalah John Dewey
dan William H Kilpatrick.
William
James (1842-1910), James berkeyakinan
bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik , barns
mempunyai fungsi biologic dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar
fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran
pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu
jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya diatas dasar ilmu perilaku.
John Dewey (1859-1952), teori Dewey
tentang sekolah adalah “progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik
dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri. Maka muncul “Child Centered
Curiculum” dan Child “Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa
kini, dibandingkan mempersiapkan masa depan yang belum jelas.
B. Epistimologi
Sebagaimana
sekolah tradisional biasanya menekankan pelajaran terhadap subjek tertentu,
membaca, menulis, sejarah dan lain-lain. Guru mengajar atau mendiktekan
pelajaran tersebut kemudian pelajar menuliskannya pada buku catatan masing-masing.
Murid kemudian mempelajari inti pokok dari apa yang ada di buku catatan
tersebut. Guru menjalankan tugasnya sepanjang pelajatran berlangsung dan murid
duduk pada jajara meja tulis dan mereka tidak boleh berbicara keculi dengan
ijin dari dari guru (Whitney, 1964:716).
Dengan demikian dapat digambarkan
bahwa pendidikan tradisional itu sangat menekankan otoritas penuh dari guru
pengajar, menekankan metode instruksi pada buku teks, pengajaran yang pasif
melalui ingatan atas data yang dipelajari, pendidikan terisolasi dari realitas
sosial dan hukuman badan untuk menegakkan disiplin (Ornstein dan Lavine, 1985:
203). Dengan kata lain, bahwa sistem pendidikan yang di tekankan adalah
disiplin yang kuat dan tegas serta pemberian hukuman diupayakan untuk membangun
tata tertib proses belajar mengajar.
Para pendidik progresivisme
melakukan hal sebaliknya dari sekolah tradisional. Para pendidik progresivisme
berpikiran bahwa para guru haruslah dibayar lebih banyak agar mereka lebih
banyak juga memberikan perhatian kepada murid-murid secara individu dan
menghilangkan pandngan atau pendapat bahwa semua murid itu memiliki kemampuan
yang sama. Pendidikan progresivise adalah sebuah teori dengan sistem pendidikan
yang mementingkan kemerdekaan dan kebebasan anak dari tekanan pengajaran dengan
sistem hafalan, pendiktean bahan pelajaran dan otorisasi terhadap buku teks.
Para pendidik progresivisme meyakini
bahwa para murid belajar lebih baik apabila mereka dengan sungguh-sungguh
sangat perhatian atas apa yang dipelajari , yaitu materi yang materi pelajaran
yang mereka sukai, dan sebaliknya akan terjadi bahwa mereka tidak akan belajar
dengan baik jika mereka ditekan untuk menghafal dan dan mengingat berbagai
macam fakta-fakta yang dianggap percuma.
“Child
centered progressives saw the school as a place where children would be free to
experiment, to play and to express themselves” (Ornstein dan Lavine, 1985”
204). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam sistem pendidikan progresivisme ini
sekolah seharusnya tidak hanya memiliki satu
ruang kelas, melainkan juga harus memiliki ruang kerja, laboratorium ilmu,
studio, ruang seni, gedung olahraga dan lainnya. Para pengajar progresivisme
yakin bahwa dengan prosedural pengadaan fasilitas ini akan secara otomatis
membangun fisik, sosil, emosi alamiah mereka sebagaimana adanya (Whitney 1964:
717). Para anak didik juga memiliki wadah untuk mngekspresikan apa yang ada
didalam pikiran mereka.
Pendidikan
model progresivisme ini sangat menekankan bahwa siswa harus diajar menjadi
seorang yang berdiri sendiri (Independen), menjadi seorang pemikir yang percaya
diri. Dalam hal ini siswa diarahkan untuk belajar dan mempelajari persoalan-persoalan yang
siswa anggap paling menarik, yaitu dengan memilih sendiri persoalan yang hendak
dipelajari, kemudian menetapkan definisi bagi dirinya sendiri atas persoalan
yang diteliti. Selanjutnya siswa akan mengekspresikan apa yang ia rasakan dan
ia yakini. Peran guru disini adalah membantu murid untuk belajar dan
mendisiplinkan siswa agar tetap konsekuen atas apa yang telah ia pilih sebagai
persoalan yang ia minati.
C. Aksiologi
Pendidikan
di Indonesia sudah mengalami progress yang sangat baik yakni di berlakukannya
kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang mulai digunakan dalam pembelajaran di
satuan pendidikan ini lebih baik dari kurikulum yang digunakan sebelumnya
karena di Kurikulum 2013 ini menggunakan pembelajaran tematik yakni yang
pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat
didalam beberapa mata pelajaran dan diberikan dalam satu kali tatap muka. Dalam
kurkulum 2013 ini pula mennggunakan pembelajaran kooperatif yakni dalam
pembelajaran dikelas dengan cara kerja sama antara sesama murid ataupun antara
murid dengan guru.
Awalnya
siswa yang hanya menuruti perintah dari guru, menulis apa yang diperintahkan
oleh guru dan mendengarkan penjelasan dari guru, sekarang dalam kurikulum 2013
ini siswa dianjurkan lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar dikelas siswa
harus mampu menulis, membaca, mendengarkan, memahami dan mengkomunikasikan apa
yang mereka pelajari didalam kelas, Dan peran guru hanya sebagai fasilitator
atau sebagai pengarah jika siswa keliru atau kesulitan dalam belajar.
Kurikulum
2013 terdiri dari tiga aspek yakni aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif
(sikap) dan aspek psikomotor (keterampilan). Dengan terteranya ketiga aspek diatas
diharapkan siswa mampu mempunyai pengetahuan yang baik, sikap yang baik, dan
ktermpilan yang sangat bagus, sebelumnya siswa diajurkan hanya mempunyai
pengetahuan dan kecerdsan yang baik tanpa membandingkan sikap dan
keterampiannya
Sumber : http://Journal.uniera.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar